Thursday, November 21, 2019

Gangguan Pola Tidur : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1

Gangguan Pola Tidur : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1


Berikut ini kami sajikan pembahasan mengenai Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan Gangguan Pola Tidur dilengkapi dengan Definisi, Data Penunjang Do Ds, Nursing Outcome Criteria (NOC) dan Nursing Intervention Criteri (NIC). Selamat belajar yaa teman-teman semuanya.


Gangguan Pola Tidur : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1


A. Diagnosa dan Faktor Berhubungan

Definisi
  • Gangguan jumlah dan kualitas tidur (penghentian kesadaran alami, periodic) yang dibatasi waktu dalam jumlah dan kualitas (Pedoman NANDA 2018-2020)

Berhubungan dengan
Gangguan pola tidur, kurang berhubungan dengan :
  • Cemas / takut
  • Agen biokimia : obat
  • Keletihan
  • Suhu tubuh meningkat /demam
  • Depresi / berduka
  • Perpisahan dgn orang yg terdekat/benda kesayangan
  • Nausea
  • Sesak nafas
  • Nyeri
  • Lingkungan : pencahayaan, bising, lingkungan baru
  • .......................................

Data Subyektif
klien mengatakan ;
  • Tidur tidak puas
  • Sering terbangun di malam hari
  • ………………………….

Data Obyektif
  • Insomnia (sulit tidur)
  • Jumlah tidur kurang dari kebutuhan sesuai umur
  • Inkontinensia Urine
  • …………………..
  • …………………..


B. Tujuan dan Kriteria Hasil

NOC
  • Perasaan nyaman 
  • Tidur sesuai dengan pola kebiasaan 
  • Kebutuhan istirahat cukup 

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan ke perawatan selama ....x 24 jam :
  • Klien dapat tidur sesuai dengan kebutuhan dan usia:
    • Bayi: 18-20 jam
    • Balita: 12-14 jam
    • Anak sekolah:10-12 jam
    • Dewasa muda:8-9 jam
    • Dewasa: 6-8 jam
    • Lansia: sekitar 6 jam
  • Klien mengutarakan merasa segar dan puas:
    • Istirahat dan tidur cukup
    • ...........................
    • ..........................


C. Intervensi Keperawatan

Rencana Tindakan
  • Peningkatan kualitas tidur
    • Kaji pola tidur klien
    • Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat kepada klien dan keluarga
    • Identifikasi penyebab gangguan tidur, Fisik: nyeri, sering Bak, sesak nafas, batuk, demam, mual dll.
    • Psikis: cemas, stress, lingkungan dll.
    • Fasilitasi klien untuk tidur yang adekuat : rubah posisi tidur sesuai kondisi, berikan benda-benda yang familier pada anak
    • .............................................
  • Peningkatkan koping
    • Diskusikan pilihan yang realistis terhadap terapi/ tindakan yang akan dilakukan
    • Dorong klien untuk memiliki harapan yg realistis untuk mengatasi perasaan putus asa
    • Dorong klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan yang ada pada diri klien.
    • Libatkan dukungan dari keluarga dan orang yang terdekat.
    • Ajurkan klien untuk berdoa sesuai dengan kepercayaan yang dianut.
  • Manajemen lingkungan: kenyamanan 
    • Ciptakan lingkungan yang tenang, bersih, nyaman dan minimalkan gangguan 
    • Hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur malam 
    • Hindari tindakan keperawatan pada waktu klien tidur
    • Batasi jumlah pengunjung
    • Berikan susu hangat sebelum tidur
    • ..................................................

Nama Perawat

( ........................ ..........................)




Diagnosa dan Intervensi Gangguan Pola Tidur Versi Tabel


Definisi
  • Gangguan jumlah dan kualitas tidur (penghentian kesadaran alami, periodic) yang dibatasi waktu dalam jumlah dan kualitas (Pedoman NANDA 2018-2020)

Berhubungan dengan
Gangguan pola tidur, kurang berhubungan dengan :
  • Cemas / takut
  • Agen biokimia : obat
  • Keletihan
  • Suhu tubuh meningkat /demam
  • Depresi / berduka
  • Perpisahan dgn orang yg terdekat/benda kesayangan
  • Nausea
  • Sesak nafas
  • Nyeri
  • Lingkungan : pencahayaan, bising, lingkungan baru
  • .......................................

Data Subyektif
klien mengatakan ;
  • Tidur tidak puas
  • Sering terbangun di malam hari
  • ………………………….

Data Obyektif
  • Insomnia (sulit tidur)
  • Jumlah tidur kurang dari kebutuhan sesuai umur
  • Inkontinensia Urine
  • …………………..
  • …………………..

Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
NOC
  • Perasaan nyaman 
  • Tidur sesuai dengan pola kebiasaan 
  • Kebutuhan istirahat cukup 

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan ke perawatan selama ....x 24 jam :
  • Klien dapat tidur sesuai dengan kebutuhan dan usia:
    • Bayi: 18-20 jam
    • Balita: 12-14 jam
    • Anak sekolah:10-12 jam
    • Dewasa muda:8-9 jam
    • Dewasa: 6-8 jam
    • Lansia: sekitar 6 jam
  • Klien mengutarakan merasa segar dan puas:
    • Istirahat dan tidur cukup
    • ...........................
    • ..........................
Rencana Tindakan
  • Peningkatan kualitas tidur
    • Kaji pola tidur klien
    • Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat kepada klien dan keluarga
    • Identifikasi penyebab gangguan tidur, Fisik: nyeri, sering Bak, sesak nafas, batuk, demam, mual dll.
    • Psikis: cemas, stress, lingkungan dll.
    • Fasilitasi klien untuk tidur yang adekuat : rubah posisi tidur sesuai kondisi, berikan benda-benda yang familier pada anak
    • .............................................
  • Peningkatkan koping
    • Diskusikan pilihan yang realistis terhadap terapi/ tindakan yang akan dilakukan
    • Dorong klien untuk memiliki harapan yg realistis untuk mengatasi perasaan putus asa
    • Dorong klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan yang ada pada diri klien.
    • Libatkan dukungan dari keluarga dan orang yang terdekat.
    • Ajurkan klien untuk berdoa sesuai dengan kepercayaan yang dianut.
  • Manajemen lingkungan: kenyamanan 
    • Ciptakan lingkungan yang tenang, bersih, nyaman dan minimalkan gangguan 
    • Hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur malam 
    • Hindari tindakan keperawatan pada waktu klien tidur
    • Batasi jumlah pengunjung
    • Berikan susu hangat sebelum tidur
    • ..................................................

Nama Perawat

( ........................ ..........................)

Sumber Jurnalis Keperawatan Indonesia

Daftar Pustaka :
  • Berman, A., Snyder, S.J., Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice (Tenth Edition). New York: Pearson Education, Inc.
  • Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC 2018 - 2020
  • Dougherty, L., & Lister, S. (2015). The Royal Marsden Manual of Clinical Nursing Procedures, ed. 9.Inggris :NHS Foundation.
  • www.perawatkitasatu.com
  • Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV Andi Offset.
  • Potter, P.A, Perry, A.G.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC.
  • Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A & Hall, A.M. (2013). Fundamentals of Nursing (Eighth Edition). St. Louis: Mosby

Demikianlah artikel singkat dari kami diatas yang berjudul Gangguan Pola Tidur : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1. Semoga apa yang telah kami berikan dan sajikan untuk teman-teman jurnalis-perawat.blogspot.com semuanya dapat bermanfaat. Terimakasih atas kunjungan teman-teman semuanya. Sampai jupa lagi yaa.

Saturday, November 2, 2019

Jurnal Intervensi Gangguan Menelan

Jurnal Intervensi Gangguan Menelan


Berikut ini jurnalis-perawat tanmpilkan mengenai intervensi gangguan menelan berdasarkan jurnal penelitian, jurnal ini memberikan latihan teknik berlatih menelan guna menegah aspirasi dan mempercepat kesembuahn pasien dalam menelan


Jurnal Intervensi Gangguan Menelan
Jurnal Intervensi Gangguan Menelan

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar observasi yang diadopsi dari instrumen Gugging Swallowing Screen (GUSS) untuk menyeleksi dan menilai risiko aspirasi pada pasien disfagia stroke.


GUSS terdiri dari 2 bagian yaitu:
A) GUSS tahap I yang digunakan untuk menetapkan pasien sudah bisa dilatih atau belum (tahap penilaian awal). Indikator yang ditetapkan untuk pasien yang sudah dapat dilatih antara lain pasien mampu batuk dengan sengaja dan mampu menelan air liurnya sendiri.

Gugging Swallowing Screen (GUSS) tahap 1
Gugging Swallowing Screen (GUSS) tahap 1

B) GUSS tahap II yang digunakan sebagai instrumen penilaian untuk latihan menelan. Pada GUSS tahap II (latihan menelan) responden diobservasi berdasarkan empat kriteria GUSS meliputi menelan lambat (>2 detik), batuk involuntary, air liur menetes, dan adanya suara parau. Skor terendah yang mungkin didapat adalah 0, sedangkan skor tertinggi yang mungkin didapat dari instrumen GUSS tahap II ini adalah 5.

Gugging Swallowing Screen (GUSS) tahap 2
Gugging Swallowing Screen (GUSS) tahap 2

Intervensi terapi menelan pada penelitian ini dilaksanakan 60 menit sebelum diberikan diet dan berlangsung selama 30 menit. Pada penelitian ini terapi menelan pada pasien stroke iskemik dimulai pada hari kelima, sedangkan untuk pasien stroke perdarahan dimulai pada hari ketujuh. Langkah-langkah yang dilakukan dalam terapi menelan dibagi menjadi dua tahap yaitu:

Intervensi Gangguan Menelan

Tahap I: Penilaian awal
Penilaian awal dilakukan untuk menentukan kesiapan pasien dalam menjalani terapi menelan. Penilaian awal berguna untuk menentukan pasien mana yang dapat diberikan terapi menelan dan yang tidak. Tes menelan dimulai dengan meminta pasien untuk menelan air liurnya sendiri. Jika pasien sedang mendapatkan pengobatan ataupun kondisi pasien yang mengakibatkan jumlah air liurnya menurun maka pasien dapat diberikan air minum. Volume air yang diberikan adalah 1 mL. Volume ini sangat mirip dengan volume saliva saat ditelan. Aspek yang dinilai antara lain kewaspadaan, batuk voluntary, bersihan tenggorokan, dan keberhasilan menelan air liur.

Tahap II: Latihan menelan
Setelah lolos dari tahap penilaian awal, maka pasien lanjut dengan tahap II yaitu latihan menelan. Langkah yang dilakukan dalam latihan menelan yaitu sebagai berikut:
  1. mengkondisikan pasien pada lingkungan yang tenang sebelum memulai latihan;
  2. memberikan posisi duduk yang nyaman dan aman pada pasien (pasien dapat diberikan posisi fowler);
  3. membantu pasien melakukan oral hygiene sebelum dan sesudah latihan menelan;
  4. untuk pasien yang mengalami hemiplegi, tindakan yang dilakukan adalah dengan memiringkan kepala pasien pada sisi yang normal kemudian memutar kepala pasien pada sisi tubuh yang mengalami hemiplegi agar pasien dapat mendeteksi makanan yang berada dalam mulutnya serta mencegah posisi kepala pasien mengalami ekstensi;
  5. menempatkan sepotong kecil nutrisi semisolid diujung depan lidah pasien sehingga memudahkan pasien untuk mengunyah dan menelan makanan tersebut;
  6. meminta pasien untuk menghirup nafas, ditahan kemudian memulai proses menelan, segera setelah selesai menelan (sebelum pasien mengambil nafas), pasien diminta untuk batuk kemudian menelan kembali. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga pharyngeal clearance sehingga mampu menurunkan risiko aspirasi; 
  7. mempertahankan posisi pasien tetap Fowler minimal 30 menit setelah terapi selesai dilakukan; 
  8. melakukan evaluasi terhadap latihan menelan yang telah dilakukan.


Strategi  lainnya
kompensasi yang terdapat pada terapi menelan adalah teknik postural dan supraglottic swallow. Teknik postural yang dilakukan, pertama yaitu memberikan posisi duduk dengan posisi Fowler (45 derajat). Melalui posisi tersebut proses menelan pada fase vertikal di orofaringeal dapat dibantu oleh gaya gravitasi sehingga makanan dapat lebih cepat turun ke esofagus dan dapat mengurangi residu makanan yang biasanya ada ketika responden dengan posisi yang lebih horizontal.

Langkah selanjutnya dalam teknik postural yaitu untuk responden yang mengalami hemiplegi tindakan yang dilakukan adalah dengan memiringkan kepala responden pada sisi yang normal kemudian memutar kepala responden pada sisi tubuh yang mengalami hemiplegi. Hal tersebut membuat bolus makanan diarahkan melewati sinus piriformis pada sisi yang kuat yang pada akhirnya dapat menurunkan resistensi spinkter esofagus bagian atas (upper esophageal sphincter) terhadap aliran bolus dan secara bersamaan juga meningkatkan waktu pembukaan spinkter esofagus bagian atas. Hal tersebut mengakibatkan bolus makanan dapat lewat dengan lancar serta meningkatkan bersihan material bolus makanan dari rongga mulut dan faring.

Selain itu, dengan memiringkan kepala pada sisi yang normal membuat pasien dapat mengontrol air liurnya agar tidak menetes keluar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang diberikan teknik postural dapat meningkatkan kemampuan pasien untuk mengatur posisi makanan, menggerakan lidah dan tekanan lidah pada anterior sampai sisi tengah palatum durum pada saat proses menelan yang pada akhirnya hal tersebut secara klinis dapat meningkatkan mekanisme transfer bolus makanan dari rongga mulut ke faring. Selain teknik postural, dalam terapi menelan juga terdapat teknik supraglottic swallow. Teknik supraglottic swallow dilakukan dengan cara meminta responden untuk menghirup nafas satu kali, ditahan kemudian memulai proses menelan, segera setelah selesai menelan (sebelum mengambil nafas), subjek penelitian diminta untuk batuk kemudian menelan kembali. Hal tersebut efektif untuk menjaga bersihan faring (pharyngeal clearance), meningkatkan respon pembukaan spinkter esofagus bagian atas, serta mempercepat penutupan jalan nafas pada pita suara (vocal fold), sehingga tidak terjadi suara parau karena pita suara bersih.

Tindakan menahan nafas selama proses menelan dan batuk segera setelah menelan sangat efektif dalam meminimalkan batuk dan tersedak akibat adanya invasi jalan nafas. Hal tersebut secara signifikan dapat meningkatkan koordinasi nafas dan menelan (breathing-swallowing coordination) sehingga pada akhirnya dapat memberikan perlindungan jalan nafas yang lebih baik.

Disamping itu keefektifan terapi menelan juga dipengaruhi oleh struktur nutrisi yang digunakan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan faringeal residu pada responden disfagia stroke yang mengkonsumsi nutrisi semisolid, selain itu nutrisi semisolid juga mampu menurunkan risiko aspirasi secara signifikan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan nutrisi semisolid (puding) dapat lebih mudah ditelan oleh pasien.

Hal tersebut terlihat pada saat penelitian dimana responden memiliki waktu menelan yang lebih cepat (sesuai kriteria instrumen GUSS) sehingga mekanisme perpindahan bolus makanan dari rongga mulut ke esofagus berjalan lebih lancar.


Daftar Pustaka :
  • American Heart Association. Guideline for the prevention of stroke in patient with stroke and transient ischemic attack. 2014:1-73.
  • Askim T, Bernhardt J, Salvesen Ø, Indredavik B. Physical activity early after stroke and its association to functional outcome 3 months later. J Stroke Cerebrovasc Dis. 2014;23(5):e305–12. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2013.12.011
  • Carnaby G, Hankey GJ, Pizzi J. Behavioural intervention for dysphagia in acute stroke: A randomised controlled trial. Lancet Neurol. 2006;5(1):31–7.
  • Daulay NM, Setiawan S, Febriani N. Pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien strok di rumah. JKP. 2014;2(3):161–170.
  • Fujiwara S, Ono T, Minagi Y, Fujiu-Kurachi M, Hori K, Maeda Y, et al. Effect of supraglottic and SuperSupraglottic swallows on tongue pressure production against hard palate. Dysphagia. 2014;29(6):655–62.
  • Heart and Stroke Foundation. Management of Dysphagia in Acute Stroke An Educational Manual for the Dysphagia Screening Professional. 2006. Ontario
  • Kelly BN, Huckabee ML, Jones RD, Frampton CMA. Integrating swallowing and respiration: preliminaryresult of the effect of body position. J Med Speech Lang Pathol. 2007;15(4):347-355.
  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Jakarta.
  • Ney DM, Weiss JM, Amy JH, Robbins J. Senescent Swallowing: Impact, Strategies, and Interventions.2009;395–413.
  • Power ML, Fraser CH, Hobson A, Singh S, Tyrrell P, Nicholson DA, et al. Evaluating oral stimulation as a treatment for dysphagia after stroke. Dysphagia. 2006;21(1):49–55.
  • Suntrup S, Warnecke T, Kemmling A, Kristina I, Christina T, Oelenberg S, et al. Dysphagia in patients with acute striatocapsular hemorrhage. J Neurol. 2012;93–9.
  • Tamine K, Ono T, Hori K, Kondoh J, Hamanaka S, Maeda Y. Age-related changes in tongue pressure during swallowing. J Dent Res. 2010;89(10):1097–101.

Wheeler-hegland K, Ashford J, Frymark T, Mccabe D, Musson N, Hammond CS, et al. function.2009;46(2):185–94.





Sumber Jurnalis Keperawatan Indonesia


Demikianlah artikel darijurnalis-perawat.blogspot.com diatas. Semoga artikel kami dengan judul yaitu Jurnal Intervensi Gangguan Menelan dapat membatu dan bermanfaat bagi teman-teman semuanya. Terimakasih atas kunjungannya, sampai jumpa lagi ya.

Friday, September 20, 2019

Pengkajian, Diagnosa dan Intervensi Gangguan Menelan pada Pasien Stroke

Pengkajian, Diagnosa dan Intervensi Gangguan Menelan pada Pasien Stroke Part 2


Hai semuanya, berikut ini jurnalis-perawat.blgospot.com akan menyajikan materi mengenai Pengkajian, Diagnosa, dan Intervensi Gangguan Menelan pada Pasien Stroke. Selamat belajar dan membaca ya


Pengkajian, Diagnosa dan Intervensi Gangguan Menelan pada Pasien Stroke

Asuhan Keperawatan Gangguan Menelan pada Pasien Stroke


A. Pengkajian

Persepsi dan pemeliharaan kesehatan untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien dan keluarga terhadap penatalaksanaan stroke secara umum, khususnya gangguan menelan. Hal-hal  yang perlu  ditanyakan antara lain :
  • Pola makan dan minum sehari-hari sebelum sakit apakah ada  gangguan sebelumnya? Apakah memakai NGT atau PEG tube.
  • Pola makan dan minum sekarang, esesmen menelan dilakukan sedini mungkin sebelum klien mendapatkan pemasukan oral.
  • Pada gangguan menelan, pengkajian pola eliminasi ini digunakan untuk menggambarkan kecukupan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan sebelumnya.
  • Pada aktifitas  makan sehari-hari sebelum sakit apakah dilakukan sendiri (mandiri) atau dibantu oleh orang  lain (disuapi), dengan kriteria Nilai : 0=> mandiri, 1=> alat  bantu, 2=> dibantu orang  lain, 3=> dibantu orang lain dan alat, 4=> tergantung total.
  • Adakah  gangguan pengecapan dan gangguan sensasi rasa dalam makan.


Pada  pemeriksaan fisik selain  yang secara umum dilakukan, yaitu tingkat kesadaran kualitatif atau kuantitatif (GCS), vital sign, dan anthopometri, secara khusus untuk gangguan menelan adalah pada daerah rongga mulut dan leher :
  • Amati kesimetrisan bibir, dalam posisi tertutup, menyeringai (mringis), dan posisi mulut terbuka kemudian amati keadaan gigi.
  • Amati posisi ovula (anak langitan) apakah simetris.
  • Amati gerakan lidah sesuai  intruksi: dijulurkan, digerakkan ke kiri dan kanan,  atas  dan bawah dan suruh klien untuk bicara kata  yang mengandung huruf “r”.
  • Amati adakah lesi pada rongga mulut, sisa-sisa makanan yang tidak menempel pada gigi yang tertinggal, atau dahak.
  • Lakukan asesmen menelan sederhana dengan memberikan air dengan sendok teh, apakah batuk?  Kalau tidak, minta  klien untuk untuk bicara “aaaah”, amati adakah batuk, apakah suara menjadi parau atau beriak  (gurgling). Ulangi 3-4 kali. Jika tidak ditemukan gangguan menelan, minta  klien untuk minum dengan gelas
  • 50-150 cc, amati adakah batuk (tersedak), suara menjadi parau atau beriak.
  • Inspeksi dan palpasi pada daerah leher: kesimetrisan, pergerakan glotis saat  menelan ludah.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa pada gangguan menelan bersifat sebab dan akibat.Pathway (perjalanan penyakit) dilihat dari masalah-masalah keperawatan yang terjadi pada gangguan menelan :

Diagnosa dan Intervensi Gangguan Menelan pada Pasien Stroke berdasarkan Pathway

Dari pathway di atas dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan Gangguan atau Kerusakan Menelan (Impaired Swallowing) merupakan penyebab atau akar masalah. Sehingga intervensi yang tepat akan menghentikan proses timbulnya masalah-masalah yang lain.


C. Intervensi Keperawatan

  • Diagnosa Keperawatan : Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan atau kelumpuhan otot-otot yang terlibat dalam proses menelan pada satu atau kedua sisi yang tekena serta refleks menelan berkurang.
  • NOC : Perbaikan Status Menelan : Pada  Fase esophagus, fase orongeal, fase pharingial.
  • Kriteria Hasil :
    1. Menunjukkan keadaan menelan yang efektif tanpa tersedak atau batuk.
    2. Bebas dari aspirasi (suara paru yang jelas, vital sign normal,  suara nafas  gurgling/ronchi)

Intervensi :
1. Kewaspadaan aspirasi 
  • Tentukan kesiapan klien untuk makan.  Klien dalam keadaan sadar (waspada), mampu mengikuti instruksi, kepala tegak,  dan mampu menggerakkan lidah dalam mulut. Jika salah satu faktor  yang hilang, mungkin disarankan untuk tidak memberikan makan melalui mulut terlebih dahulu dan menggunakan makanan enteral melalui NGT untuk makanan.
  • Amati tanda-tanda yang berhubungan dengan masalah menelan (misalnya, batuk, tersedak, meludah atau mengeluarkan sisa makanan/ air liur, kesulitan menangani sekresi  oral, dua kali menelan atau penundaan besar dalam menelan, mata berair, , suara basah atau gurgly, penurunan kemampuan untuk menggerakkan lidah dan bibir, penurunan pengunyahan makanan, penurunan kemampuan untuk memindahkan makanan ke belakang faring.
  • Periksa  rongga mulut klien untuk pengosongan tepat setelah menelan dan setelah makan selesai. Memberikan perawatan mulut di akhir makan.  Mungkin perlu  secara manual menghapus makanan dari mulut klien. Jika hal ini terjadi, gunakan sarung  tangan dan menjaga gigi klien terpisah dengan pisau lidah empuk. Makanan yang tidak tertelan akan  tertinggal di mulut, biasanya tertinggal pada sisi yang mengalami kelemahan dan dapat menyebabkan stomatitis, kerusakan gigi, dan kemungkinan aspirasi.

2. Pengelolaan Jalan  Nafas
  • Persiapkan peralatan hisap (section  pump) selama makan.  Jika tersedak terjadi dan suction  diperlukan. Penyedotan mungkin diperlukan jika klien tersedak makanan dan bias aspirasi.

3. Terapi menelan
  • Menilai kemampuan untuk menelan dengan posisi ibu jari pemeriksa dan jari telunjuk pada tonjolan laring klien. Minta klien untuk menelan, merasa laring mengangkat. Minta klien untuk batuk, uji untuk refleks muntah pada kedua sisi dinding faring posterior (permukaan lingual) dengan pisau lidah. Jangan mengandalkan kehadiran gag refleks untuk menentukan kapan harus memberi makan.  Biasanya waktu  yang dibutuhkan untuk bolus (makanan siap telan)  bergerak dari titik di mana refleks dipicu dan masuk ke esofagus (waktu transit faring) adalah 1 detik. Klien dengan cedera vaskuler cerebral dengan waktu  transit faring berkepanjangan (berkepanjangan menelan) memiliki kesempatan lebih sering terjadi pneumonia karena aspirasi.
  • Menerapkan langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan menelan :
    1. Tempat klien dalam posisi tinggi Fowler untuk makan dan makanan ringan, kepala dan leher  harus miring ke depan sedikit untuk memfasilitasi elevasi laring dan gerakan posterior lidah.
    2. Memberikan perawatan mulut sebelum makan (perawatan mulut merangsang kesadaran sensorik  dan air liur, yang memfasilitasi menelan).
    3. Membantu klien untuk memilih makanan yang memerlukan sedikit atau tidak mengunyah dan mudah ditelan (misalnya  puding, telur, buah  kaleng, kentang tumbuk,  bubur  saring).
    4. Menginstruksikan klien untuk menghindari makanan pencampuran tekstur yang berbeda di dalam mulutnya pada saat  yang sama.
    5. Menghindari melayani makanan yang lengket (selai kacang misalnya,  roti lembut, madu).
    6. Makanan yang cenderung berantakan di mulut (misalnya  kue, muffin) dan yang terdiri dari partikel-partikel kecil makanan (misalnya  beras, kacang polong,  jagung).
    7. Berikan makanan dalam keadaan lebih hangat atau lebih dingin dari suhu kamar (suhu lebih ekstrim  merangsang reseptor sensorik  dan refleks menelan).
    8. Penambahan zat pengental makanan (gelatin,  sereal bayi) untuk makanan yang terlalu cair.
    9. Membasahi makanan kering dengan saus atau soup (misalnya  saus gula merah, salad dressing, krim asam, soup kaldu).
    10. Menggunakan alat  bantu (misalnya sendok bergagang panjang) untuk menempatkan makanan yang tidak perlu  dikunyah (misalnya  gelatin, kentang tumbuk,  custard) di bagian belakang mulut di sisi terpengaruh jika gerakan lidah terganggu. Jangan menggunakan pipet  atau sedotan.
    11. Menginstruksikan klien untuk menghindari penempatan terlalu banyak makanan/ cairan di mulut pada satu waktu.
    12. Mendorong klien untuk berkonsentrasi pada tindakan menelan, memberikan isyarat  verbal  jika diperlukan.
    13. Jika klien mengalami penurunan kontrol bibir, menginstruksikan dia/ dia dengan lembut memegang bibir ditutup dengan jari setelah meletakkan makanan di mulut.
    14. Berkonsultasi dengan ahli patologi wicara  atau terapis tentang metode yang berhubungan dengan gangguan menelan; memperkuat latihan dan teknik yang disarankan. Contoh  alat yang digunakan adalah alat  Vital Stim yang merupakan salah satu alat hasil inovasi teknologi terkini dalam pelayanan Speech  Therapy  (terapi wicara) yang sudah berstandar FDA (Food and Drug Administration) yang menggunakan arus AC yaitu berupa gelombang berbentuk rectangular symetrical biphasic  dengan frekwensi 80 Hz. Alat terapi Vital Stim ini menggunakan stimulasi elektrik yang akan  membantu otot-otot tenggorokan untuk bisa berkontraksi dan relaksasi secara normal lagi. Keberhasilan alat  tersebut benar-benar membantu penderita stroke  yang tidak bisa menelan. Rasanya tidak sakit sama  sekali, hanya  seperti ada  yang menggelitik saja di tenggorokan.
  • Jika klien memiliki refleks menelan yang normal, cobalah untuk memberi makan.Perhatikan panduan makan berikut:
    1. Posisi klien tegak pada sudut 90 derajat dengan kepala tertekuk ke depan pada sudut 45 derajat (Galvan, 2001). Posisi ini memaksa trakea untuk menutup dan kerongkongan untuk membuka, yang membuat menelan lebih mudah dan mengurangi risiko aspirasi.
    2. Pastikan klien terjaga, waspada, dan mampu mengikuti petunjuk sebelum mencoba untuk memberi makan. Sebagai klien menjadi kurang waspada menurun respon menelan, yang meningkatkan risiko aspirasi.
    3. Mulailah dengan memberi makan klien sepertiga sendok teh saus apel/bubur saring.Sediakan waktu yang cukup untuk mengunyah dan menelan.
    4. Tempatkan makanan di sisi terpengaruh lidah.
    5. Selama makan, memberikan klien intruksi tertentu (misalnya, "Buka mulut Anda, Kunyah makanan anda ketika Anda sudah siap, ").
    6. Pastikan bahwa ada cukup waktu untuk klien untuk makan. Klien dengan gangguan menelan sering mengambil dua sampai empat kali lebih lama daripada yang lain untuk makan, jika diberi makan.Seringkali, makanan yang ditawarkan dengan cepat untuk mempercepat tugas, dan ini dapat meningkatkan kemungkinan aspirasi (Poertner, Coleman, 1998).

4. Monitoring Nutrisi :
  • Evaluasi status gizi setiap hari : Monitor keadaan umum klien; Timbang BB jika memungkinkan; Observasi turgor; Cek Laboratorium : Hb, albumin,  elektrolit secara berkala. Jika tidak cukup gizi, kolaborasikan dengan tim gizi atau tenaga medis untuk peningkatan kualitas asupan nutrisi. Pemberian makanan enteral lewat tube dapat mempertahankan nutrisi jika klien tidak mampu menelan jumlah yang cukup dari makanan (Grant, Rivera, 1995).

Sumber Jurnalis Keperawatan Indonesia


Demikianlah artikel darijurnalis-perawat.blogspot.com diatas. Semoga artikel kami dengan judul yaitu Pengkajian dan Intervensi Gangguan Menelan pada Pasien Stroke dapat membatu dan bermanfaat bagi teman-teman semuanya. Terimakasih atas kunjungannya, sampai jumpa lagi ya.

Sunday, August 25, 2019

Askep Diagnosa Gangguan Menelan pada Pasien Stroke

Askep Diagnosa Gangguan Menelan pada Pasien Stroke


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN MENELAN (DISFAGIA)


Askep Diagnosa Gangguan Menelan pada Pasien Stroke

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.

Pada klien dengan gangguan menelan pada penderita stroke pengkajian keperawatan selain pengkajian yang umum dilakukan, difokuskan pada :
  1. Keluhan sekarang, riwayat penyakit dahulu.
  2. Pada pola fungsi kesehatan difokuskan pada :
    1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
      Untuk mengetahui tingkat penegetahuan klien dan keluarga terhadap penatalaksanaan gangguan menelan secara umum, khususnya gangguan pada esofagus.
    2. Pola nutrisi/metabolic :
      1. Pola makan dan minum sehari-hari sebelum sakit dan apakah ada gangguan sebelumnya? Apakah memakai NGT atau PEG tube.
      2. Pola makan dan minum sekarang, asesmen menelan dilakukan sedini mungkin sebelum klien mendapatkan pemasukan oral.
    3. Pola eliminasi :
      Pada gangguan menelan, pengkajian pola eliminasi ini digunakan untuk menggambarkan kecukupan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan sebelumnya.
    4. Pola aktifitas dan latihan:
      Pada aktifitas makan sehari-hari sebelum sakit apakah dilakukan sendiri (mandiri) atau dibantu oleh orang lain (disuapi)
      Nilai : 0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total
    5. Pola persepsual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
      Adakah gangguan pengecapan dan gangguan sensasi rasa dalam makan.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik selain yang secara umum dilakukan, yaitu tingkat kesadaran kualitatif atau kuantitatif (GCS), vital sign, dan appometri: secara khusus untuk gangguan menelan adalah pada daerah rongga mulut dan leher :
  1. pemeriksaan inspeksi pada daerah mulut :
    1. amati kesimetrisan bibir, dalam posisi tertutup, menyeringai (mringis), dan posisi mulut terbuka kemudian amati keadaan gigi.
    2. Amati posisi ovula (anak langitan) apakah simetris
    3. Amati gerakan lidah sesuai intruksi : dijulurkan, digerakakan ke kiri dan kanan, atas dan bawah dan suruh klien untuk bicara kata yang mengandung huruf “r”.
    4. Amati adakah lesi pada rongga mulut, sisa-sisa makanan yang tidak menempel pada gigi yang tertinggal, atau dahak. 
    5. Lakukan esesmen menelan sederhana dengan memberikan air dengan sendok teh, apakah batuk? Kalo tidak minta klien untuk untuk bicara “aaaah”, amati adakah batuk, apakah suara menjadi parau atau beriak (gurgling). Ulangi 3-4 kali. Jika tidak ditemukan gangguan menelan, minta klien untuk minum dengan gelas 50-150 cc, amati adakah batuk (kesedak), suara menjadi parau atau beriak.
  2. Inspeksi dan palpasi pada daerah leher: kesimetrisan, pergerakan glotis saat menelan ludah.

B. Diagnosa Keperawatan
  • Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien
  • ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. 
  • Diagnosa pada gangguan menelan bersifat sebab dan akibat.Pathway (perjalanan penyakit) dilihat dari masalah-masalah keperawatan yang terjadi pada gangguan menelan :

Pathway gangguan menelan pada pasien stroke
Pathway gangguan menelan pada pasien stroke

Dari pathway di atas dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan Gangguan atau Kerusakan Menelan (Impaired Swallowing) merupakan penyebab atau akar masalah. Sehingga intervensi yang tepat akan menghentikan proses timbulnya masalah-masalah yang lain. 

Bersambung ke halaman berikutnya........

Baca Sambungannya ke Page 2 mengenai Diagnosa Intervensi Gangguan Menelan pada Pasien Stroke dibawah ini.


Sumber Jurnalis Keperawatan Indonesia

Daftar Pustaka :
  • Dougherty, L., & Lister, S. (2015). The Royal Marsden Manual of Clinical Nursing Procedures, ed. 9.Inggris :NHS Foundation.
  • www.perawatkitasatu.com
  • Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A & Hall, A.M. (2013). Fundamentals of Nursing (Eighth Edition). St. Louis: Mosby

Demikianlah artikel daari kami diatas yang berjudul Askep Diagnosa Gangguan Menelan pada Pasien Stroke. Semgoa artikel yang telah kami berikan diatas tersebut dapat bermanfaat untuk teman-teman semuanya. Sampai jumpa lagi yaa.

Wednesday, August 14, 2019

Gangguan Menelan : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1

Gangguan Menelan : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1


Berikut ini kami sajikan pembahasan mengenai Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan Gangguan Menelan dilengkapi dengan Definisi, Data Penunjang Do Ds, Nursing Outcome Criteria (NOC) dan Nursing Intervention Criteri (NIC). Selamat belajar yaa teman-teman semuanya.


Gangguan Menelan : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1

A. Diagnosa dan Masalah Keperawatan

Definisi
  • Gangguan menelan adalah abnormaitas fungsi mekanisme menelan yang dikatikan dengan defisit struktur atau fungsi mulut, faring, atau esofagus

Berhubungan Dengan :
  • defisit struktur atau fungsi mulut, faring, atau esofagus

DS :
  • Laporan secara verbal
DO :
  1. Tampak mengalami kesulitan dalam menelan
  2. Menelan berulang-ulang
  3. Menelan sedikit demi sedikit
  4. Makanan dikeluarkan dari mulut
  5. Muntah


B. Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC:
  1. Pencegahan aspirasi
  2. Status menelan

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan perbaikan dalam proses menelan dengan kriteria hasil:
  1. Menunjukkan kemampuan menelan
  2. Menunjukkan kemampuan mengosongkan rongga mulut
  3. Menunjukkan kenyamanan dengan menelan
  4. Peningkatan upaya menelan

Intervensi
NIC :
  1. Kaji tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah, dan kemampuan menelan
  2. Pantau gerakan lidah klien saat makan
  3. Pantau adanya penutupan bibir saat makan, minum, dan menelan
  4. Pantau hidrasi tubuh (misalnya, asupan, haluaran, turgor kulit dan membran mukosa)
  5. Berikan perawatan mult jika diperlukan
  6. Berikan atau gunakan alat bantu jika diperlukan
  7. Bantu pasien untuk mengatur posisi kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan makanan
  8. Bantu pasien untuk menempatkan makanan di belakang mulut dan bagian yang tidak sakit
  9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah ditelan

Diagnosa dan Intervensi Gangguan Menelan Versi Tabel


Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Definisi
  • Gangguan menelan adalah abnormaitas fungsi mekanisme menelan yang dikatikan dengan defisit struktur atau fungsi mulut, faring, atau esofagus

Berhubungan Dengan :
  • defisit struktur atau fungsi mulut, faring, atau esofagus

DS :
  • Laporan secara verbal
DO :
  1. Tampak mengalami kesulitan dalam menelan
  2. Menelan berulang-ulang
  3. Menelan sedikit demi sedikit
  4. Makanan dikeluarkan dari mulut
  5. Muntah
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC:
  1. Pencegahan aspirasi
  2. Status menelan

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan perbaikan dalam proses menelan dengan kriteria hasil:
  1. Menunjukkan kemampuan menelan
  2. Menunjukkan kemampuan mengosongkan rongga mulut
  3. Menunjukkan kenyamanan dengan menelan
  4. Peningkatan upaya menelan
NIC :
  1. Kaji tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah, dan kemampuan menelan
  2. Pantau gerakan lidah klien saat makan
  3. Pantau adanya penutupan bibir saat makan, minum, dan menelan
  4. Pantau hidrasi tubuh (misalnya, asupan, haluaran, turgor kulit dan membran mukosa)
  5. Berikan perawatan mult jika diperlukan
  6. Berikan atau gunakan alat bantu jika diperlukan
  7. Bantu pasien untuk mengatur posisi kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan makanan
  8. Bantu pasien untuk menempatkan makanan di belakang mulut dan bagian yang tidak sakit
  9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah ditelan


Sumber : Jurnalis Keperawatan Indonesia

Daftar Pustaka :
  • Berman, A., Snyder, S.J., Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice (Tenth Edition). New York: Pearson Education, Inc.
  • Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC 2018 - 2020
  • Dougherty, L., & Lister, S. (2015). The Royal Marsden Manual of Clinical Nursing Procedures, ed. 9.Inggris :NHS Foundation.
  • www.perawatkitasatu.com
  • Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV Andi Offset.
  • Potter, P.A, Perry, A.G.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC.
  • Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A & Hall, A.M. (2013). Fundamentals of Nursing (Eighth Edition). St. Louis: Mosby

Demikianlah artikel singkat dari kami diatas yang berjudul Gangguan Menelan : Diagnosa dan Intervensi NANDA NIC NOC Versi 1. Semoga apa yang telah kami berikan dan sajikan untuk teman-teman jurnalis-perawat.blogspot.com semuanya dapat bermanfaat. Terimakasih atas kunjungan teman-teman semuanya. Sampai jupa lagi yaa.